Pidato Presiden Joko Widodo pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT Ke-78 Proklamasi Kemerdekaan RI, 16 Agustus 2023
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Om Swastyastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.
Yang saya hormati Wakil Presiden Republik Indonesia, Bapak Prof. Dr. (H.C.) KH Ma’ruf Amin beserta Ibu Hj. Wury Estu Ma’ruf Amin;
Yang saya hormati Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;
Yang saya hormati Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;
Yang saya hormati Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia;
Yang saya hormati Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Lembaga-Lembaga Negara;
Yang saya hormati Ibu Prof. Dr. (H.C.). Hj. Megawati Soekarnoputri, Presiden Kelima Republik Indonesia;
Yang saya hormati Bapak Jenderal (Purn.) TNI Try Sutrisno dan Bapak H. Hamzah Haz;
Yang saya hormati Bapak H. Muhammad Jusuf Kalla beserta Ibu Hj. Mufidah Jusuf Kalla;
Yang saya hormati Ibu Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid;
Yang saya hormati Yang Mulia para Duta Besar Negara-Negara Sahabat dan para Pimpinan Perwakilan Badan dan Organisasi Internasional;
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, dan Kapolri, serta KaBIN;
Yang saya hormati,para Ketua Umum Partai Politik;
Bapak-Ibu, Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air, Para hadirin yang saya muliakan.
Kita saat ini sudah memasuki tahun politik. Suasana sudah hangat-hangat kuku dan sedang tren di kalangan politisi dan partai politik, setiap ditanya capres dan cawapresnya, jawabannya, “Belum ada arahan dari Pak Lurah.”
Saya sempat berpikir, siapa ini “Pak Lurah”. Sedikit-sedikit kok Pak Lurah. Belakangan saya tahu, yang dimaksud Pak Lurah ternyata saya. Ya, saya jawab saja, saya bukan lurah, saya Presiden Republik Indonesia. Ternyata Pak Lurah itu kode.
Tapi, perlu saya tegaskan. Saya ini bukan ketua umum parpol, bukan ketua umum partai politik, bukan juga ketua koalisi parpol. Sesuai ketentuan undang-undang, yang menentukan capres dan cawapres adalah partai politik dan koalisi partai politik. Jadi saya ingin mengatakan, itu bukan wewenang saya. Bukan wewenang Pak Lurah. Bukan wewenang Pak Lurah, sekali lagi.
Walaupun saya paham, ini sudah nasib seorang Presiden untuk dijadikan paten-patenan [Bahasa Jawa], dijadikan alibi, dijadikan tameng. Bahkan, walau kampanye belum mulai, foto saya banyak dipasang di mana-mana. Saya harus ngomong apa adanya. Saya ke Provinsi A, ada, ke Kota B, ada, ke Kabupaten C, ada juga. Sampai ke tikungan-tikungan desa, ada juga. Tapi, bukan foto saya sendirian. Ada di sebelahnya bareng Capres. Ya, saya kira menurut saya juga tidak apa-apa. Boleh-boleh saja.
Bapak, Ibu yang saya muliakan,
Posisi Presiden itu tidak senyaman yang dipersepsikan. Ada tanggung jawab besar yang harus diemban. Banyak permasalahan rakyat yang harus diselesaikan.
Dengan adanya media sosial seperti sekarang ini, apapun bisa disampaikan kepada Presiden, mulai dari masalah rakyat di pinggiran, sampai kemarahan, sampai ejekan, bahkan makian dan fitnahan bisa dengan mudah disampaikan dengan media sosial.
Saya tahu, ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Firaun, tolol. Ya, ndak apa-apa. Sebagai pribadi, saya menerima saja. Tapi, yang membuat saya sedih, budaya santun dan budi pekerti luhur bangsa ini tampak mulai hilang. Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini, sekali lagi, polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia.
Memang tidak semua seperti itu. Saya melihat mayoritas masyarakat juga sangat kecewa dengan polusi budaya tersebut. Cacian dan makian yang ada justru membangunkan nurani kita semua, nurani bangsa untuk bersatu menjaga moralitas ruang publik, bersatu menjaga mentalitas masyarakat, sehingga kita bisa tetap melangkah maju, menjalankan transformasi bangsa menuju Indonesia Maju, menuju Indonesia Emas 2045.
Ini yang bolak-balik saya sampaikan di setiap kesempatan. Bahwa Indonesia saat ini punya peluang besar untuk meraih Indonesia Emas 2045, meraih posisi menjadi negara 5 besar kekuatan ekonomi dunia. Kita punya kesempatan.
Tidak hanya peluang saja, tapi strategi untuk meraihnya sudah ada, sudah dirumuskan. Tinggal apakah kita mau memfokuskan energi kita untuk bergerak maju, atau justru membuang energi kita untuk hal-hal yang tidak produktif, yang memecah belah, bahkan yang membuat kita melangkah mundur.
Bapak, Ibu, Saudara-saudara se-Bangsa & se-Tanah Air,
Para hadirin yang saya muliakan,
Bonus demografi yang akan mencapai puncak di tahun 2030-an adalah peluang besar kita untuk meraih Indonesia Emas 2045. Enam puluh delapan persen adalah penduduk usia produktif. Di sinilah kunci peningkatan produktivitas nasional kita.
Selanjutnya, peluang besar yang kedua adalah international trust yang dimiliki Indonesia saat ini, yang dibangun bukan sekadar melalui gimmick dan retorika semata, melainkan melalui sebuah peran dan bukti nyata keberanian Indonesia dalam bersikap.
Momentum Presidensi Indonesia di G20, Keketuaan Indonesia di ASEAN, konsistensi Indonesia dalam menjunjung HAM, kemanusiaan, dan kesetaraan, serta kesuksesan Indonesia menghadapi krisis dunia 3 tahun terakhir ini, telah mendongkrak dan menempatkan Indonesia kembali dalam peta percaturan dunia.
Dan, di tengah kondisi dunia yang bergolak akibat perbedaan, Indonesia dengan Pancasila-nya, dengan harmoni keberagamannya, dengan prinsip demokrasinya, mampu menghadirkan ruang dialog, mampu menjadi titik temu, dan menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada.
Lembaga think tank Australia, Lowy Institute, menyebut Indonesia sebagai middle power in Asia, dengan diplomatic influence yang terus meningkat tajam. Dan, Indonesia termasuk 1 dari 6 negara Asia yang mengalami kenaikan comprehensive power.
Tapi kemudian ada yang bilang, memang kenapa dengan international trust yang tinggi. Rakyat kan makannya nasi. International trust tidak bisa dimakan. Ya memang tidak bisa. Sama seperti jalan tol, tidak bisa dimakan, ya memang. Nah, ini contoh menghabiskan energi untuk hal tidak produktif. Tapi tidak apa-apa, saya malah senang. Memang harus ada yang begini-begini, supaya lebih berwarna, supaya tidak monoton dunia ini.
Bapak, Ibu yang saya muliakan,
Dengan international trust yang tinggi, kredibilitas kita akan lebih diakui, kedaulatan kita akan lebih dihormati. Suara Indonesia akan lebih didengar sehingga memudahkan kita dalam setiap bernegosiasi.
Peluang tersebut harus mampu kita manfaatkan. Rugi besar kita jika melewatkan kesempatan ini, karena tidak semua negara memilikinya dan belum tentu kita akan kembali memilikinya.
Sehingga, strategi pertama untuk memanfaatkan kesempatan ini adalah mempersiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia. Kita telah berhasil menurunkan angka stunting menjadi 21,6% di 2022 dari angka sebelumnya 37%, menaikkan Indeks Pembangunan Manusia menjadi 72,9 di 2022. Kita juga telah meningkatkan Indeks Pemberdayaan Gender menjadi 76,5 di 2022, menyiapkan anggaran perlindungan sosial, kalau dijumlah dari tahun 2015 sampai tahun 2023 total sebesar Rp3.212 triliun, termasuk di dalamnya Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, serta perlindungan kepada lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya, serta reskilling dan upskilling tenaga kerja melalui Balai Latihan Kerja dan Program Kartu Pra-Kerja.
Di saat yang sama, SDM yang telah kita persiapkan harus mendapatkan lapangan kerja untuk menghasilkan produktivitas nasional. Sehingga, kita juga harus mengembangkan sektor ekonomi baru yang membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, yang memberikan nilai tambah sebesar-besarnya.
Di sinilah peran sektor ekonomi hijau dan hilirisasi sebagai window of opportunity kita untuk meraih kemajuan, karena Indonesia sangat kaya sumber daya alam, termasuk bahan mineral, hasil perkebunan, hasil kelautan, serta sumber energi baru dan terbarukan.
Tapi, kaya sumber daya alam (SDA) saja tidak cukup. Jadi pemilik saja juga tidak cukup. Karena itu akan membuat kita menjadi bangsa pemalas, yang hanya menjual bahan mentah kekayaannya tanpa ada nilai tambah, tanpa ada keberlanjutan.
Saya ingin tegaskan, Indonesia tidak boleh seperti itu. Indonesia harus menjadi negara yang juga mampu mengolah sumber dayanya, mampu memberikan nilai tambah, dan menyejahterakan rakyatnya. Dan, ini bisa kita lakukan melalui hilirisasi, yang sudah ratusan kali saya sampaikan, puluhan kali saya sampaikan.
Hilirisasi yang ingin kita lakukan adalah hilirisasi yang melakukan transfer teknologi, yang memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan, serta meminimalisir dampak lingkungan. Pemerintah telah mewajibkan perusahaan tambang sekarang ini untuk membangun pusat pembibitan, membangun pusat persemaian untuk menghutankan kembali lahan pascatambang, pascapenambangan. Hilirisasi yang kita lakukan tidak hanya pada komoditas mineral, tapi juga non-mineral, seperti sawit, rumput laut, kelapa, dan komoditas-komoditas potensial lainnya yang mengoptimalkan kandungan lokal, yang bermitra dengan UMKM, bermitra dengan petani, dan bermitra dengan nelayan, sehingga manfaatnya terasa langsung bagi rakyat kecil.
Upaya ini sedang kita lakukan dan harus terus dilanjutkan. Ini memang pahit bagi pengekspor bahan mentah. Ini juga mungkin pahit bagi pendapatan negara jangka pendek. Tapi jika ekosistem besarnya sudah terbentuk, jika pabrik pengolahannya sudah beroperasi, saya pastikan ini akan berbuah manis pada akhirnya, terutama bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sebagai gambaran, setelah kita stop ekspor nickel ore di tahun 2020, investasi hilirisasi nikel tumbuh pesat. Kini telah ada 43 industri pengolahan nikel yang akan membuka peluang kerja yang sangat besar. Ini baru satu komoditas.
Dan, jika kita konsisten dan mampu melakukan hilirisasi untuk nikel, kemudian tembaga, kemudian bauksit, kemudian CPO, dan rumput laut, dan yang lain-lainya, berdasar hitung-hitungan perkiraan dalam 10 tahun pendapatan per kapita kita, dalam 10 tahun mendatang pendapatan per kapita kita akan mencapai Rp153 juta (USD10,900). Dalam 15 tahun, pendapatan per kapita kita akan mencapai Rp217 juta (USD15,800). Dan, dalam 22 tahun, pendapatan per kapita kita, akan mencapai Rp331 juta (USD25,000). Sebagai perbandingan, tahun 2022 kemarin kita berada di angka Rp71 juta. Artinya, dalam 10 tahun lompatannya bisa lebih dari 2 kali lipat lebih.
Dimana fondasi untuk menggapai itu semua sudah kita mulai. Pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang pada akhirnya menaikkan daya saing kita. Kita tahu berdasarkan International Institute for Management Development, daya saing kita pada 2022 naik dari ranking 44 menjadi 34. Kenaikan ini merupakan kenaikan tertinggi di dunia.
Pembangunan dari desa, pinggiran, dan daerah terluar yang pada akhirnya memeratakan ekonomi kita, dengan Dana Desa yang kita gelontorkan mencapai Rp539 triliun dari tahun 2015 sampai tahun 2023.
Konsistensi reformasi struktural, terutama sinkronisasi dan penyederhanaan regulasi, kemudahan perizinan, kepastian hukum, dan pencegahan korupsi. Semua itu menjadi modalitas kita untuk meraih kemajuan.
Oleh sebab itu, saya berulang kali menyampaikan, kepemimpinan ke depan sangat menentukan masa depan Indonesia.
Ini bukan tentang siapa yang jadi presidennya. Bukan, bukan itu, bukan itu. Tapi, apakah sanggup atau tidak untuk bekerja sesuai dengan apa yang sudah kita mulai saat ini, apakah berani atau tidak, mampu konsisten atau tidak. Karena yang dibutuhkan adalah napas yang panjang. Karena kita tidak sedang jalan sore. Kita juga tidak sedang lari sprint. Tapi yang kita lakukan harusnya adalah lari maraton untuk mencapai Indonesia Emas.
Bapak, Ibu yang saya muliakan,
Tantangan ke depan tidaklah mudah. Pilihan kebijakan akan semakin sulit sehingga dibutuhkan keberanian, dibutuhkan kepercayaan untuk mengambil keputusan yang sulit dan keputusan yang tidak populer.
Oleh sebab itu, menurut saya, pemimpin itu harus punya public trust, karena kepercayaan adalah salah satu faktor penentu bisa berjalan atau tidaknya suatu kebijakan, bisa diikuti atau tidaknya sebuah keputusan. Ini adalah modal politik dalam memimpin sebuah bangsa besar seperti Indonesia.
Selain itu, seorang pemimpin juga membutuhkan dukungan dan kerja sama dari seluruh komponen bangsa. Oleh sebab itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Lembaga Tinggi Negara, para ulama, para tokoh agama, para tokoh masyarakat, dan para pemimpin adat, kepada guru, budayawan, tenaga kesehatan, dan awak media, partai politik, politisi, aparat pemerintah, dan TNI/Polri, serta kepada seluruh lapisan masyarakat yang telah memberikan dukungan selama ini.
Saya juga menghargai upaya Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam memperkokoh fondasi kebangsaan, meningkatkan pemahaman ideologi bangsa, mengkaji substansi dan bentuk hukum pokok haluan negara, serta menguatkan kerja sama internasional untuk berkontribusi pada pemecahan persoalan global.
Dukungan Dewan Perwakilan Rakyat juga sangat luar biasa besar dalam mendukung reformasi struktural, mendukung upaya perbaikan tata kelola pemerintahan, menghindari penyelewengan pengelolaan keuangan negara, dan mempersiapkan pelaksanaan pemilu serentak tahun 2024.
Dewan Perwakilan Daerah sesuai dengan kewenangannya juga telah aktif menyerap aspirasi masyarakat daerah, berperan dalam penyusunan beberapa RUU, dan juga melakukan telaah terhadap sistem tata negara kita.
Kontribusi Badan Pemeriksa Keuangan juga sangat signifikan dalam mendorong pertanggungjawaban anggaran serta perbaikan berkelanjutan Program Prioritas Nasional.
Upaya Mahkamah Agung dalam menciptakan keadilan patut diapresiasi melalui peningkatan transparansi peradilan, pengembangan sistem peradilan berbasis elektronik, serta percepatan proses penanganan perkara dengan biaya murah.
Mahkamah Konstitusi juga terbukti semakin cepat dalam menyelesaikan perkara, transparansi dalam proses persidangannya, dan mempermudah pelayanan para pencari keadilan.
Komisi Yudisial terus aktif melakukan advokasi, pelatihan, dan investigasi, menjatuhkan sanksi tegas terhadap hakim yang melanggar untuk menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim.
Selain itu, saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Ombudsman RI, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, Komnas HAM, dan lembaga-lembaga nasional lainnya yang telah berkontribusi sesuai peran dan kewenangannya.
Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa mempermudah upaya kita dalam meraih Indonesia Maju yang kita cita-citakan. Marilah kita bersatu padu, Terus Melaju untuk Indonesia Maju.
Dirgahayu Republik Indonesia!
Dirgahayu Negeri Pancasila!
Merdeka! Merdeka! Merdeka!
Terima kasih.
Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Om Shanti Shanti Shanti Om,
Namo Buddhaya.
Untuk informasi, yang saya pakai ini adalah baju adat dari Tanimbar, Provinsi Maluku.
Jakarta, 16 Agustus 2023
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
JOKO WIDODO